II.1 Definisi Budaya
Budaya adalah suatu
cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu
pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan
mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya
lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk
berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika,
“keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis
yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian,
budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan
aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
II. 2 Tadisi Pemilihan
Nama dan Tanda Tangan
1. Tradisi Penamaan di Jepang
Nama
di Jepang terdiri dari dua bagian : family name dan first name. Nama ini harus
dicatatkan di kantor pemerintahan (kuyakusho), selambat-lambatnya 14 hari
setelah seorang bayi dilahirkan. Semua orang di Jepang kecuali keluarga kaisar,
memiliki nama keluarga. Tradisi pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman
restorasi Meiji, sedangkan di era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak
memiliki nama keluarga. Sejak restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan
di Jepang. Dewasa ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan
diantaranya yang paling populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang wanita
menikah, maka dia akan berganti nama keluarga, mengikuti nama suaminya. Namun
demikian, banyak juga wanita karir yang tetap mempertahankan nama keluarganya.
Dari survey yang dilakukan pemerintah tahun 1997, sekitar 33% dari responden
menginginkan agar walaupun menikah, mereka diizinkan untuk tidak berganti nama
keluarga [2]. Hal ini terjadi karena pengaruh struktur masyarakat yang bergeser
dari konsep “ie”(家) dalam tradisi keluarga
Jepang. Semakin banyak generasi muda yang tinggal di kota besar, sehingga
umumnya menjadi keluarga inti (ayah, ibu dan anak), dan tidak ada keharusan
seorang wanita setelah menikah kemudian tinggal di rumah keluarga suami.
Tradisi di Jepang dalam memilih first name, dengan memperhatikan makna huruf
Kanji, dan jumlah stroke, diiringi dengan harapan atau doa bagi kebaikan si
anak.
2. Tradisi penamaan di Indonesia
Adapun masyarakat di Indonesia tidak semua
suku memiliki tradisi nama keluarga. Masyarakat Jawa misalnya, tidak memiliki
nama keluarga. Tetapi suku di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi memiliki nama
keluarga. Dari nama seseorang, kita dapat memperkirakan dari suku mana dia
berasal, agama apa yang dianut dsb. Berikut karakteristik nama tiap suku di
Indonesia
§ Suku Jawa (sekitar 45% dari seluruh populasi)
: biasanya diawali dengan Su (untuk laki-laki) atau Sri (untuk perempuan), dan
memakai vokal “o”. Contoh : Sukarno, Suharto, Susilo, Joko, Anto, Sri Miranti,
Sri Ningsih.
§ Suku Sunda(sekitar 14% dari seluruh populasi)
: banyak yang memiliki perulangan suku kata. Misalnya Dadang, Titin, Iis, Cecep
§ Suku Batak : beberapa contoh nama marga antara
lain Harahap, Nasution.
§ Suku Minahasa : beberapa contoh nama marga antara
lain Pinontoan, Ratulangi.
§ Suku Bali : Ketut, Made, Putu, Wayan dsb. Nama
ini menunjukkan urutan, bukan merupakan nama keluarga.
Selain nama yang berasal dari tradisi suku,
banyak nama yang diambil dari pengaruh agama. Misalnya umat Islam : Abdurrahman
Wahid, Abdullah, dsb. Sedangkan umat Katolik biasanya memakai nama baptis :
Fransiskus, Bonivasius, Agustinus, dsb.
3. Tradisi Penamaan di China
Sistem
pemberian sebuah nama yang baik memang perlu untuk menyesuaikan dengan makna
nama, unsur Yin dan Yang serta dibuat dengan mengikut perhitungan matematik
Tiongkok kuno.
Terdapat
lima aspek penting yang perlu diberi perhatian dalam memberi nama bayi yang
baru lahir.
1. Nama yang diberi haruslah
mengandungi maksud yang baik seperti lambang kekayaan, kemewahan dan
kesejahteraan.
2. Bunyi nama mestilah sedap
didengar.
3. Nama mestilah dibuat
berdasarkan kiraan matematik yaitu angka yang berhasil dan tidak bertentangan
dan yang sepadan.
4. Nama yang diberikan haruslah
mempunyai pertimbangan unsur Yin dan Yang yang sama berat.
5. Nama mestilah mempunyai lima
unsur yaitu emas, air, api, tanah dan kayu serta saling melengkapi.
Oleh
karena itu, maka nama seorang bayi haruslah disusun secara seimbang dengan
mengandung unsur Yin dan Yang.
Kegagalan memberikan nama yang baik juga akan mempengaruhi perjalanan hidup
seseorang, seperti akan ditimpa kecelakaan atau mendapat kesejahteraan.
II.3
Perbandingan Ketiga Tradisi
Persamaan antara kedua tradisi
Jepang dan Indonesia
Baik di Jepang maupun
di Indonesia dalam memilih nama (first name) sering memilih kata yang
mensimbolkan makna baik, sebagai doa agar si anak kelak baik jalan hidupnya.
Khusus di Jepang, banyaknya stroke kanji yang dipakai juga merupakan salah satu
pertimbangan tertentu dalam memilih huruf untuk anak. Umumnya laki-laki di
Jepang berakhiran “ro” (郎), sedangkan perempuan berakhiran “ko” (子).
Sedangkan China terikat dengan generasi,keturunan dan Marganya. Jadi
orang luar kadang-kadang sulit mengerti mengapa diambil kata-kata itu, karena
ini bukan mengikuti hukum tertentu, tapi mengikuti yang ditentukan oleh
leluhurnya. Kalau nama generasi ini habis, ada yang mengulanginya lagi, ada
yang membuat nama generasi baru.
II.4 Pengalaman
Unik Yang Timbul Akibat Perbedaan Budaya
Bagi orang Indonesia yg datang di Jepang, saat
registrasi, misalnya membuat KTP sering ditanya mana yang family name, dan mana
yang first name. Hampir setiap saat saya harus selalu menjelaskan perbedaan
tradisi antara Indonesia dan Jepang, bahwa di Indonesia tidak ada keharusan
memiliki family name. Umumnya hal ini dapat difahami dan tidak menimbulkan
masalah. Tetapi adakalanya kami harus menentukan satu nama sebagai family name,
misalnya saat menulis paper (artikel ilmiah resmi), atau untuk kepentingan
pekerjaan. Saat itu saya terpaksa memakai nama “Nugroho” sebagai family name
agar tidak mempersulit masalah administrasi. Demikian juga saat anak saya
lahir, kami beri nama Kartika Utami Nurhayati. Nama anak saya walaupun panjang
tidak ada satu pun yang merupakan nama keluarga. Tetapi saat registrasi, pihak
pemerintah Jepang (kuyakusho) meminta saya untuk menetapkan satu nama yang
dicatat sebagai keluarga, karena kalau tidak akan sulit dalam pengurusan
administrasi asuransi. Akhirnya nama “Nurhayati” yang letaknya paling belakang
saya daftarkan sebagai nama keluarga. Bagi orang Jepang hal ini akan terasa
aneh, karena dalam keluarga kami tidak ada yang memiliki nama keluarga yang
sama.
Masih berkaitan dengan nama, adalah masalah
tanda tangan dan inkan (stempel). Di Indonesia dalam berbagai urusan
adminstrasi formal sebagai tanda pengesahan, tiap orang membubuhkan tanda
tangan. Tanda tangan ini harus konstan. Banyak orang yang memiliki tanda tangan
berasal dari inisial nama, tetapi dengan cara penulisan yang unik yang
membedakan dengan orang lain yang mungkin memiliki nama sama. Tanda tangan ini
juga yang harus dibubuhkan di paspor saat seorang Indonesia akan berangkat ke
Jepang. Tetapi begitu tiba di Jepang, tanda tangan yang semula memiliki peran
penting, menjadi hilang perananannya. Tanda tangan di Jepang tidak memiliki
kekuatan formal. Tradisi masyarakat Jepang dalam membubuhkan tanda tangan
adalah dengan memakai inkan (stempel). Biasanya inkan ini bertuliskan nama
keluarga. Ada beberapa jenis inkan yang dipakai di Jepang. Antara lain :
1. “Mitomein” (認印) dipakai untuk
keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting, misalnya saat menerima barang
kiriman, mengisi aplikasi.
2. “Jitsuin” (実印) dipakai untuk
keperluan penting, seperti membeli rumah, membeli mobil. Inkan tipe ini harus
dicatatkan di kantor pemerintahan.
3. “Ginkoin” (銀行印) dipakai untuk
membuka rekening di bank
“Jitsuin” dan “ginkoin” sangat jarang dipakai
dan harus disimpan baik-baik. Karena kalau hilang akan menimbulkan masalah
serius dalam bisnis.
Bagi orang asing saat masuk ke Jepang harus
membuat inkan. Untuk membuat rekening bank, kita tidak boleh memakai tanda
tangan, dan harus memakai inkan. Kecuali yubinkyoku masih membolehkan pemakaian
tanda tangan. Karena tidak punya kebiasaan tanda tangan, banyak maka orang
Jepang kalau diminta untuk menanda tangan (di paspor misalnya), umumnya mereka
menuliskan nama lengkap mereka dalam huruf kanji. Barangkali karena inilah maka
kalau saya diminta seorang petugas pengiriman barang, untuk membubuhkan tanda
tangan sebagai bukti terima, dia berkata “tolong tuliskan nama lengkap anda”,
padahal itu di kolom signature. Sepertinya untuk mereka, tanda tangan sama
dengan menulis nama lengkap.
Budaya china terkenal
di Negara kita Indonesia Dagang,
uang,uang,uang,bisnis,usaha, lalu kaya, kata- kata yang identik dengan
orang-orang China. Mereka rajin-rajin dalam usaha, rajin menabung dan sabar
sampai akhirnya mereka kaya. Walaupun hanya bisnis kecil, mereka akan tetap
menjalankannya. Sampai ada pepatah orang China “Jangan takut saat berjalan
pelan, tetapi takutlah saat anda diam” Sebelum mereka berhasil, mereka tidak
akan makan makanan lain selain nasi dan tahu. Tentu kita bisa lihat dari
penduduk Tiong Hoa sekarang atau tanyakan pada generasi sebelum kita bagaimana
kehidupan para keturunan ini. Dari hasil keuntungan usaha mereka, mereka akan
menabungnya sampai cukup besar. Bukan untuk bersenang-senang tapi untuk
merperluas usaha mereka. Baru sampai mereka rasa cukup, mereka akan
bersenang-senang. Tentu saja rumus usaha ini membuat mereka terlihat lebih
sukses dibanding kita, penduduk pribumi tanah ini.
II.5 Pemakaian Gesture/Gerak Tubuh Untuk Memberikan
Penghormatan dan Kasih Sayang
Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai
bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan. Jepang,China dan Indonesia
memiliki cara berlainan dalam mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf,
dsb.
Ojigi
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼).
Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼).
Ritsurei adalah ojigiyang dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat
untuk menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di
depan badan. Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Berdasarkan
intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬礼), eshaku (会釈). Semakin lama dan semakin dalam badan
dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin disampaikan. Saikeirei adalah level yang paling tinggi, badan
dibungkukkan sekitar 45 derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat, sedangkan eshaku sekitar 15-30 derajat. Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam keseharian,
karena dipakai saat mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam atau untuk
melakukan sembahyang. Untuk lebih menyangatkan, ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat
ingin menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam. Adapun dalam budaya
Indonesia, tidak dikenal ojigi.
Jabat tangan
Tradisi jabat tangan
dilakukan baik di Indonesia maupun di Jepang melambangkan keramahtamahan dan
kehangatan. Tetapi di Indonesia kadang jabat tangan ini dilakukan dengan
merangkapkan kedua tangan. Jika dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis
kelamin, ada kalanya tangan mereka tidak bersentuhan. Letak tangan setelah
jabat tangan dilakukan, pun berbeda-beda. Ada sebagian orang yang kemudian
meletakkan tangan di dada, ada juga yang diletakkan di dahi, sebagai ungkapan
bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah, tapi juga dari batin.
Cium tangan
Tradisi cium tangan
lazim dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari seorang anak kepada orang tua,
dari seorang awam kepada tokoh masyarakat/agama, dari seorang murid ke gurunya.
Tidak jelas darimana tradisi ini berasal. Tetapi ada dugaan berasal dari
pengaruh budaya Arab. Di Eropa lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi
sebagai penghormatan seorang pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama
atau lebih tinggi. Dalam agama Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi
juga yang dilakukan dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus, Kardinal). Di
Jepang tidak dikenal budaya cium tangan.
Cium pipi
Cium pipi
Cium pipi biasa
dilakukan di Indonesia saat dua orang sahabat atau saudara bertemu, atau
sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya dan sebaliknya.
Tradisi ini tidak ditemukan di Jepang.
Sungkem
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.
Penghormatan dewa-dewi
Dewa-dewi
dalam kepercayaan tradisional Tionghoa tak terhitung jumlahnya, ini tergantung
kepada popularitas sang dewa atau dewi. Mayoritas dewa atau dewi yang populer
adalah dewa-dewi yang merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal
mereka karena jasa yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup.
Penghormatan leluhur
Penghormatan
kepada nenek moyang merupakan intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa.
Ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada
orang tua termasuk leluhur jauh.
Baik budaya Jepang, China maupun Indonesia memiliki keunikan
tersendiri dalam mengekspresikan rasa hormat, rasa maaf. Jabat tangan adalah
satu-satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang,China maupun Indonesia.
Kesalahan yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya
Jepang adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan
memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya jabat
tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata. Kesalahan lain
yang juga sering terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat tangan. Hal ini juga kurang
tepat dipandang dari tradisi Jepang.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Perbandingan budaya antara Indonesia, China dan Jepang
bermanfaat untuk mengetahui pola berfikir bangsa Indonesia,Chinia dan bangsa
Jepang. Salah satu kesulitan utamanya adalah perbedaan karakteristik ketiga
bangsa: bangsa Jepang relatif homogen, sedangkan bangsa Indonesia sangat
heterogen. Karenanya, perbandingan akan lebih mudah jika difokuskan pada satu
suku bangsa di Indonesia. Misalnya budaya Jepang dengan budaya Jawa Tengah,
atau budaya Jepang dengan budaya Sunda. Hal ini menggiring kita pada pertanyaan
berikutnya : apakah bangsa Indonesia memiliki budaya nasional ? Ataukah budaya
nasional itu tidak lain adalah kumpulan dari warna-warni budaya suku bangsa
kita ? Ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, dan menarik
untuk dianalisa lebih lanjut.
A. Saran
Perbedaan merupakan
keniscayaan yang mesti dan harus diterima oleh semua orang dalam kehidupannya.
Fakta menunjukkan bahwa manusia memang makhluk unik dan khas. Keunikan dan
kekhasan ini dalam konteks bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat akan
menimbulkan keragaman kebudayaan disetiap negara. Keragaman ini yang
ditunjukkan terdiri atas beragam etnis, agama, dan bahasa. Keanekaragaman yang
ada di era globalisasi ini sebaiknya menganut kebudayaan yang positif untuk
masyarakat Indonesia sungguh merupakan tantangan yang menuntut upaya
sungguh-sungguh dalam bentuk transformasi kesadaran multikultural.
DAFTAR PUSTAKA
Osamu Ikeno, The Japanese Mind: Understanding Contemporary
Culture, Tuttle Pub., 2002.
http://jhuenhyie.blogspot.co.id/2013/04/budaya-cina.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar